Selasa, 19 Oktober 2010

komunikasi sosial

KOMUNIKATOR
Komunikator adalah pihak yang mengirim pesan kepada khalayak. Karena itu komunikator biasa disebut pengirim, sumber, source atau encoder.
Sebagai pelaku utama dalam proses komunikasi, komunikator memegang peranan yang sangat penting, terutama dalam mengendalikan jalannya komunikasi
Mengenal Diri Sendiri
Komuniator adalah pengambil inisiatif terjadinya suatu proses komunikasi. Untuk memahami diri sendiri, Joseph Luft dan Harington Ingham memperkenalkan sebuah konsep yang disebut dengan nama “Johari Window”, yakni : wilayah terbuka (open area), wilayah buta (blind area), wilayah tersembunyi (hidden area) dan wilayah tak dikenal (unknown area).
Wilayah terbuka, jika wilayah ini makin melebar, dalam arti kita dapat memahami orang lain dan juga orang lain dapat memahami diri kita maka akan terjadi komunikasi yang mengena. Sebaliknya jika wilayah terbuka ini semakin mengecil maka komunikasi kita cenderung makin tertutup.
Wilayah buta, pada wilayah buta orang tidak mengetahui kekurangan yang dimilikinya, tetapi sebaliknya kekurangan itu justru diketahui oleh orang lain. Kalau wilayah buta makin melebar dan mendesak wilayah lain maka akan terjadi kesulitan komunikasi. Menurut Joseph Luft dan Harington, wilayah buta ini ada pada setiap manusia dan sulit sekali dihapuskan, kecuali mengurangi. Salah satu caranya adalah bercermin pada nilai, norma dan hukum yang diikuti oleh orang lain.
Wilayah tersembunyi, ada dua konsep yang erat kaitannya dengan wilayah tersembunyi, yakni over disclose dan under disclose. Over disclose adalah sikap terlalu banyak mengungkapkan sesuatu, sehingga hal-hal yang seharusnya disembunyikan juga diutarakan. Sedangkan under disclose merupakan sikap terlalu menyembunyikan sesuatu yang seharusnya dikemukakan.
Wilayah tak dikenal, adalah wilayah yang paling kritis dalam komunikasi. Sebab selain kita sendiri yang tidak mengenal diri, juga orang lain tidak mengenal siapa kita. Selain konsep Johari window, ada juga konsep diri yang dikenalkan oleh Weaver (1978). Konsep ini terdiri atas empat macam yakni, self awareness, self acceptance, self actualization dan self disclose. Self awareness ialah proses menyadari diri siapakah aku, dimana aku berada dan bagaimana orang memandang diriku. Jika orang sadar pada dirinya, maka apa yang terjadi akan diterimanya sebagai kenyataan (self acceptance). Dengan menerima kenyataan itu, orang baru dapat mengembangkan dirinya (self actualization) sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Untuk mencapai komunikai yang mengena, seorang komunikator selain mengenal dirinya, ia juga harus memiliki kepercayaan (credibility), daya tarik (attractive) dan kekuatan (power).
Kepercayaan (Credibility), kredibilitas adalah seperangkat persepsi tentang kelebihan-kelebihan yang dimiliki sumber sehingga diterima atau diikuti khalayak (penerima). Menurut bentuknya kredibilitas dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni :
a. Initial Credibility, yakni kredibilitas yang diperoleh komunikator sebelum proses komunikasi berlangsung.
b. Derived Credibility, ialah kredibilitas yang diperoleh seseorang pada saat komunikasi berlangsung.
c. Terminal Credibility, yakni kredibilitas yang diperoleh seorang komikator stelah pendengar atau pembaca mengikuti ulasannya.

Daya Tarik (Attractiveness), adalah salah satu factor yang harus dimiliki oleh seorang komunikator selain kredibilitas. Dimaksudkan memiliki daya tarik karena ia memiliki kesamaan (similarity), dikenal baik (familiarity), disukai (liking) dan fisiknya (pisic) dengan pendengar atau pembaca.
Kekuatan (Power), ialah kepercayaan diri yang harus dimiliki oleh seseorang komunikator jika ia ingin mempengaruhi orang lain. Empathy dapat disamakan dengan sikap toleransi atau teposeliro (tenggang rasa). Jika seorang komunikator memiliki sikap empati, maka dalam akhirnya ia akan memperoleh simpati, berupa rasa hormat dan respect dari khalayaknya. Factor lain yang turut menentukan berhasil tidaknya komuniokasi ialah homophily, yakni adanya kesamaan yang dimiliki oleh seorang komunikator dengan khalayaknya.

Senin, 11 Oktober 2010

PPL

Suasana PPL di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) kabupaten malang memang sungguh menyenangkan. Pagi hari diawali dengan bangun tidur ku terus mandi tidak lupa menggosok gigi, habis mandi aku sarapan seadanya soalnya aku ma tmen-temen nginepnya di rumah dinas yang ada di SKB. Ya lumayan lah soale gratis, itung itung ngirit ongkos biaya hidup,hehe maklum we kan mahasiswa coy. Slese siap-siap aku ma tmen-temen langsung go ke SKB yg jaraknya ckup jauh di jogja (njujug saja)bahasa jawa yang artinya tinggal melangkah sudah sampai. Kegiatan di kantor diawali dengan ngajar. Karna aliran gue aliran non formal jd gak ngajar SMP tapi ngajar paket B. sungguh pekerjaan yang sangat mulia, di paket B tu pesserta didiknya bisa dibilang dari kalangan masyarakat yang kurang beruntung dalam segi ekonomi. Tapi yang bwt aku lbh bersemangat tu mereka jam setengah 7 dah ada di SKB, dah siap untuk berguru menuntut ilmu, padahal gurunya aja masih molor,heheheh(gurunya yo aku sendiri). Ngajar di paket B itu sungguh menyenangkan, peserta didiknya sangt aktif. barusan masuk aja we langsung ditanya oleh salah satu warga belajar (disingkat WB)tu bahasa PLS coyyyy....bahasa non formal. "pak penemu negara indonesia itu siapa???" siapa coba yang gak nredeg. lok di tanya siapa penemu amerika ja mungkin aku masih bisa. tp untungnya dia cuma ngetes, tiba tiba anak yang tanya itu maju kedepan, ternyata kemaren dia baru browsing di internet dan dia menunjukkan print outnya ke saya. luar biasa.......sungguh WB yang cerdas. padahal di paket B tu yang namanya praktek komputer aja belum diajari (sori mbak restu membocorkan rahasia perusahaan)hehehehe. setelah saya usut-usut ternyata anak itu ternyata rutin ke warnet, dia belajar sendiri tp lok misale gak bisa dia tanya mas-mas yang jaga warnet, itu ujarnya. sepuluh jempol untuk Nabila (WB yang tanya penemu Indonesia).
 sekitar kurang lebih satu setengah jam ngajar akhirnya jam pelajaran pun habis. hufhhh ternyata capek juga. ternyata ndak gampak jadi tutor, apalagi jadi pamong belajar. tugas pamong tu lebih dari sekedar tugas seorang guru. lok gak salah ada sekitar 4 atau 5 tupoksi pamong belajar. Tentang pamong belajar nantia aja ya ku ceritakan. mse capek coyyy barusan ngajar,,,,,,,,,,,,,,,
semangat terus PPL ku, jayalah selalu SKB kab. Malang. Maju terus PLS. CHayoooooooooooooooo

Sabtu, 09 Oktober 2010

PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH


Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Konsep dasar PLS


Disusun oleh:
Angga Widi Ratyanus
NIM: 107141406931
Off: B













UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Januari, 2008

PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

A. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah
Menurut Drs. Solaeman:
-Pendidikan luar sekolah merupakan system baru dalam dunia pendidikan yang bentuk dan pelaksanaannya berbeda dengan system sekolah yang sudah ada.
-Sikap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan diluar system formal, baik tersendiri maupum , merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas yang dimaksudkan untuk memberikan pelayanan pada sasarasn didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan belajar

B.Sejarah PLS di Universitas Negeri Malang
Menurut catalog fakultas ilmu pendidikan Universitas Negeri Malang, jurusan pendidikan luar sekolah didirikan pada tahun 1964 atas prakarsa Prof. Soedomo, M.A (alm) dengan nama jurusan pendidikan social. Pada tahun 1972 namanya berubah menjadi departemen pendidikan social dengan program studi sarjana muda dan program doctoral pendidikan social. Pada tahun 1982, namanya di ubah menjadi jurusan pendidikan luar sekolah yang sekarang dikenal dengan istilah pendidikasn non formal (PNF)

C.Program-program Pendidikan Luar Sekolah
Banyak sekali program-program yang ada didalam masyarakat yang berada dibawah naungan pendidikan luar sekolah. Pada dasrnya program-progaram yang dibentuk oleh pendidikan luar sekolah difungsikan untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. PLS lebih menekan kebutuhan untuk masa sekarang yatiu begaiman memanfaatkan potensi yang ada disuatu daerah untuk lebih memajukan lagi daerah tersebut. Jika dibandingkan dengan pendidikan formal yang kaku dan cenderung mematikan kreatifitas peserta didik, maka pendidikan nonformal jauh lebih baik. Adapun program-progaram pendidikan luar sekolah yang kami ketahui antara lain:

1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pengembangan program anak usia dini dirintis pada tahun 1999. alasan pendidikan luar sekolah merintis program PAUD adalah:
a. Jumlahanak usia 0-6 tahun masih cukup besar
b. Ketidak mampuan masyarakat untuk membiayai pendidikan anak usia dini
c. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan anak sedini mungkin masih rendah.
Program pendidikan anak usia dini ini hampir sama dengan taman kanak-kanak (TK). Hanya saja TK itu dibawah naungan pendidkan formal, sedangkan pendidikan anak usia dini dibawah naungan pendidikan nonformal. Karena kesamaan ini, pendidikan formal memprotes berdirinya PAUD. Namun UU no.2 tahun 1989 secara tegas menyatakan bahwa system pendidikan nasional diselenggarakan melalui 2 jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Itulah yang menjadi dasar tetap diselenggarakannya program PAUD.
2.Program Pendidikan Dasar
Pendidkan dasar dalam jalur luar sekolah adalah bentuk pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang karena berbagai hal tidak memperolaeh kesempatan untuk mengenyam pendidikan pada jalur sekolah sehingga mereka memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar, minimal setara dengan pendidikan dasar. Adapun Progaram-program pendidikan dasar yang dikembangkan oleh pendidikan luar sekolah adalah sebagai berikut:

a. Program pemberantasan buta aksara melalui keaksaraan fungsional (KF)
Program keaksaraan fungsional dibentuk dikarnakan masih banyak warga Indonesia yang belum bisa baca tulis. Karena hatinya merasa tergugah dengan keadaan ini maka PLS membentuk program untuk mengatasi atau memberantas buta huruf yang diberi nama program keaksaraan fungsional yang disingkat menjadi KF.
Program kekasaraan fungsional adalah program pemberantasan buta aksara yang cara belajarnya disesuaikan dengan kebutuhan dan minat warga belajar berdasarkan potensi lingkungan yang ada disekitar kehidupan warga belajar.
Keunggulan program keaksaraan fungsional (KF)
1. Selain diajari baca tulis, peserta didik juga dibekali program-program keahlian sesuai dengan kebutuhan peserta didik
2. Program keahlian (keterampilan) tersebut bisa digunakan sebagai mata pencaharian untukmeningkatkan pendapatan warga belajar
3. Kepandaian baca tulis tersebut bisa dijadikan bekal supaya tidak dibodohi oleh orang lain.
Kendala yang dihadapi program keaksaraan fungsional
1. Karena kebanyakan warga belajarnya adalah orang dewasa maka sering berbenturan dengan pekerjaannya
2. Sulitnya mencari tutor yang benar-benar mau mengabdi untuk memendaikan warga belajar tanpa imbalan
3. Kesalahan memilih warga belajar
4. Sarna dan prasarana yang kurang memadai
Hasil belajar dalam keaksaraan fungsional adalah disamping warga belajar memiliki kemampuan baca, tulis, hitung dan berbahasa Indonesia, juga keterampilan bemata pencaharian yang dapat dijadikan sumber penghasilan dan meningkatakan kualitas hidupnya. Oleh sebab itu, untuk mencetak hasil yang berkualitas perlu diciptakn suasana belajar yang kondusif, kekompakan waraga belajar, serta sarana dan prasarana yang memadai.

b. Program paket A setara SD dan paket B setara SLTP
Menurut buku yagn kami baca, program paket A setar SD dan paket B setara SLTP mulai dirintis sejak tahun 1989 dan dilaksnakan secara nasional sejak tahun 1994. program paket A telah dikembangkan dan dilaksanakn pada tahun 1977, namun pada saat itu belum disebut program kesetaraan dan ujiannya melalui program yang dinamakan dengan ujian persamaan (UPRES)
Program paket A dan paket B ini ditujukan bagi siapa saja yang ingin menuntut ilmu tanpa membedakan status sosialnya. Namun sasaran utama program ini adlah warga masyarakat yang kurang mampu dikarenakan program ini tidak memungut biaya dari warga belajar. Bahkan alat-alat sekolah diberikan kepada warga belajar yang menuntut ilmu dipaket A dan paket B.
Sumber dana yang diperoleh untuk membiayai program ini adalah dana dari pemerintah. Selain itu program paket A dan paket B bisa mencari dana melalui kerja sama dengan donator-donatur.
Keunggulan program paket A dan Paket B
1. Warga belajar bebas mengekspresikan baikat minatnya tanpa dikekeng oleh perturan yang ketat
2. Selain dibakali dengan ilmu pengetahuan, warga belajar juga diberikan program keterampilan yang bisa digunakan untuk bekerja
3. Warga belajar tidak harus memakai pakain seragam seperti disekolah-sekolah formal
4. Umur tidak ditentukan
5. Terjadi situasi yang menyenangkan karena antar warga belajar dengan tutor dianggap sama (tutor adalah teman tempat bertanya warga belajar)
6. Biaya pendidikandiprogram pendidikan paket A dan paket B sangat murah bahkan gratis.
7. Waktu belajar dapat ditentukan oleh warga belajar sendiri (asalkan satu kelas bisa sama)
Permasalahan yang dihadapi program paket A dan paket B
1. Lokasi tempat tinggal warga belajar saling berjauhan sehingga frekuensi kehadiran rendah
2. Karena warga belajar harus bekerja membuat mereka memiliki sedikit waktu untuk belajar
3. Sulit mendapatkan tutor yuang memiliki latar belakang keguruan
4. Honor yang diterima tidak memadai
5. Biasanya belum mempunyai gedung sendiri
6. Jumlah modul yang terbatas.

4.Program Pendidikan Berkelanjutan
a.Program kursus
Kursus pendidikan luar sekolah adalah satuan pendidikan luar sekolah yang terdiri atas sekumpulan warga masayarakat yang memberikan pengetahuan , keteramoilan, dan sikap mental tertentu bagi wargabelajar.
Tujuan penyelenggaraan kursus pendidikan luar sekolah adalah memperluas keikut sertaan masyarakat dalam pemerataan kesempatan belajar dan meningkatkan mutu masyarakat melalui pendidikan , meningkatkan proses belajar mengajar untuk mencapai daya guna dan hasil yang optimal dan mempersiapkan warga belajar untuk mengembangkan potensi dirinya atau untuk memperoleh kesempatan kerja yang lebih besar.
Peyelenggaraan kursus dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, yayasan badan hokum dan badan usaha, baik milik swasta maupun pemerintah. Kursus diselenggarakan oleh dan untuk masyarakat dengan swadaya dan swadana masyarakat.
Tujuan dari penyelenggaraan kursus pendidikan luar sekolah adalah menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan yang dapat digunakan untuk menemukan dan mengolah mata pencaharian sebagai sember penghasilan, mampu melihat dan menggali peluang yang ada di lingkunganya dan mampu mendayagunakan seluruh sumber yang ada di lingkunganya untuk memperbaiki kehidupanya.
Keunggulan program kursus pendidikan luar sekolah
1. Usia wajib belajar tidak dibatasi
2. enis kelamin wajib belajar tidak dibedakan
3. Ijazah/STTB pendidikan sekolah tidak menentukan penerimaam wajib belajar
4. Jumlah wajib belajar dalam satu kelompok tidak terbatas
5. Jangka waktu belajar disesuaikan dengan keperluan dan tidak terikat
6. Syarat untuk menjadi tenaga pendidik tidak terlalu ketat
7. Tidak diperlukan fasilitas yang terlalu mewah
8. Dapat diselenggarakan oleh perorangan/ kelompok/ badan hokum
9. Hasil pendidikan dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari
Permasalahan yang dihadapi program kursus pendidikan luar sekolah
Dalam upaya melakukan pembinaan dan pengembangan kursus, sudah tentu menghadapi berbagai hambatan. Hambatan itulah yang harus segera dicari jalan keluarnya demi meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain:
1. Keterbatasan dana yang diperoleh
2. Luasnya sasaran pelayanan
3. Keterbatasan tenaga pendidik ( tutor)
4. Keterlambatan dalam manjawab munculnya jenis keterampilan baru dalam masyarakat
5.Tenaga yang ada tidak sesuai dengan keahlian/ jenis pendidikan

b.Program Magang dari KBU
Program magang dari kelompok belajar usaha ( KBU ) merupakan salah satu program pendidikan berkelanjutan yang bertujuan membelajarkan warga masyarakat tentang keterampilan kejuruan tertentu yang dapat dijadikan bekal untuk bermata pencaharian dan penghasilan yang layak.
Sasaran dari program kelompok belajar usaha ( KBU ) adalah masyarakat miskin yang benar-benar membutuhkan keterampilan yang dapat dijadikan sebagai bekal mencari nafkah demi penghidupan yang layak.
Magang adalah belajar/ berlatih bekerja pada suatu perusahaan atau pusat karya. Tujuannya adalah agar mereka setelah mengikuti program , telah siap untuk bekerja di perusahaan lain/ perusahaan tempat magang itu atau membuka usaha sendiri. Untuk mewujudkan upaya tersebut, peserta magang di tempatkan pada situasi nyata dari pekerjaan. Kesungguhan warga belajar sebagai perwujudan minat belajar merupakan factor yang sangat penting dalam upaya menghasilkan lulusan yang berkualitas.

Selain yang disebut di atas, masih banyak lagi program-program PLS tersebar mulai yang sangat sederhana seperti kursus masak-memasak hingga ke kursus reparasi computer yang demikian rumit dan canggih, mulai dari penyuluhan untuk menyadarkan bahaya merokok hingga penyuluhan untuk menyadarkan bahaya narkoba, HIV AIDS, flu burung, dan sebagainya. Selain itu juga penyediaan taman bacaan yang bersifat sangat terbuka bagi siapa saja guna dimanfaatkan untuk menambah khasanah pengetahuan.
PLS sangat kaya dengan aneka rupa programnya. Program tersebut tersebar dimana-mana, dan tumbuh secara relative alami guna memenuhi aneka ragam kebutuhan belajar yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Kebutuhan akan layanan PLS dalam kenyataanya memang tumbuh subur dari waktu ke waktu, dan bahkan kian meluap terutama dalam konteks masyarakat yang semakin maju dan kompleks. Cerminannya terlihat pada pertumbuhan lembaga pemberi kursus, lembaga bimbingan belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat( PKBM ), pusat pelatihan, program penataran, program penyuluhan, program pemberdayaan masyarakat, program pembelajaran jarak jauh, dan sebagainya.

D. Kesimpulan
Bila disimak secara sungguh-sungguh aneka ragam program PLS, akan tampak tertuju kea rah dua muara, yaitu (1) untuk membelajarkan kaum tertinggal sehingga terbebas dari ketidaktahuan, dan (2) untuk pembelajaran kaum tersingkir sehingga terbebas dari keterpinggiran atuu ketidakberdayaan.

E. Saran
Mengingat program PLS sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maka PLS harus terus meningkatkan mutu pendidikanya serta memperhatikan kesejahteraan para tutor serta semua karyawan yang bekerja di PLS. Jika mereka terjamin kesejahteraanya, secara otomatis mereka bisa bekerja dengan tenang dan lebih berkonsentrasi untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan bagi masyarakat yang membutuhkan.

BETUL GAK COYYYYYYYYYYYYY????????

Senin, 04 Oktober 2010

home scholing

ini sedikit kenang-kenangan tugas kuliah saya di jurusan PLS UM pada semester 3. silahkan diambil untuk referensia anda. semoga bermanfaat


FENOMENA PENDIDIKAN MASYARAKAT: HOME SCHOOLING PELAKSANAAN DAN PROBLEMATIKANYA
Oleh: Angga Widi Ratyanus

A.      Latar Belakang
Setiap orang tua menghendaki anak-anaknya mendapat pendidikan bermutu, nilai-nilai iman dan moral yang tertanam baik, dan suasana belajar anak yang menyenangkan. Hal-hal tersebut sering tidak ditemukan para orangtua di sekolah umum. Sering kali sekolah formal berorientasi pada nilai rapor (kepentingan sekolah), bukannya mengedepankan keterampilan hidup dan bersosial (nilai-nilai iman dan moral). Di sekolah, banyak murid mengejar nilai rapor dengan mencontek atau membeli ijazah palsu. Selain itu, perhatian secara personal pada anak kurang diperhatikan. Keadaan demikian menambah suasana sekolah menjadi tidak menyenangkan.
     Ketidakpuasan tersebut semakin memicu orangtua memilih mendidik anak-anaknya di rumah. Dalam perkembangannya, berdirilah lembaga yang disebut sekolah-rumah (home schooling) atau dikenal juga dengan istilah sekolah mandiri, atau home education atau home based learning. Home schooling menjadi tempat harapan orang tua untuk meningkatkan mutu pendidikan anak-anak, mengembangkan nilai-nilai iman/ agama dan moral serta mendapatkan suasana belajar yang menyenangkan.

B.       Pengertian Home Schooling
                 Home schooling atau biasa disebut sekolah rumah merupakan pendidikan berbasis rumah yang memungkinkan anak berkembang sesuai dengan potensi diri mereka masing-masing. Lewat model pendidikan ini, anak-anak tidak perlu datang ke sekolah karena mereka bisa belajar sendiri di rumah dengan peran aktif orang tua.
     Sistem ini sendiri terlebih dahulu berkembang di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya di dunia. Baru kemudian mulai menjadi tren di Indonesia tahun-tahun belakangan ini. Sebenarnya jika kita kembali ke belakang, sistem pembelajaran Home Schooling telah ada, bahkan sejak sebelum jaman penjajahan dulu, beberapa tokoh penting kita seperti Ki Hajar Dewantara, Buya Hamka dan KH Agus Salim telah lebih dulu mengenyam sistem pengajaran home schooling ini.

C.      Metode Home Schooling
     Metode home schooling terdiri dari tiga jenis. Pertama, home schooling tunggal, kemudian home schooling majemuk yang terdiri dari dua keluarga, dan yang terakhir home schooling komunitas.
Home schooling tunggal di lakukan oleh satu keluarga. Home schooling tunggal ini dilakukan di rumah. Dalam hal ini orang tua bisa bertindak sebagai guru, jika pun ada guru yang didatangkan secara privat hanya akan membimbing dan  mengarahkan minat anak dalam mata pelajaran yang disukainya. Ruang kelasnya bisa kamar tidur, dapur, halaman rumah dan lain-lain. Waktu belajarnya pun bisa kapan saja, tergantung kemauan anak untuk belajar. Jadi belajar bukan sebagai kewajiban tapi kebutuhan bagi anak. Dalam home schooling, orang tua terjun langsung dalam proses belajar. Namun, jika mereka kekurangan informasi mengenai akademis, atau tidak mempunyai cukup waktu untuk memberi pelajaran intensif bagi anak, mereka bisa memanggil tutor dari lembaga-lembaga yang khusus menyelenggarakan program home schooling. Sebagai contoh, lembaga Asah Pena asuhan kak Seto. Lembaga ini mempunyai tim yang namanya Badan Tutorial yang terdiri dari lulusan berbagai jenis profesi pendidikan. Biasanya mereka melaksanakan pertemuan dua kali dalam satu minggu bagi peserta Home Schooling yang terdiri dari beberapa paket yaitu paket A setara dengan Sekolah Dasar (SD), paket B setara Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan paket C setara Sekolah Menengah Atas (SMA).
Home schooling majemuk dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua masing-masing. Alasannya, terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya, kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlet tennis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial dan kegiatan agama.
Sementara home schooling komunitas adalah home schooling yang dibentuk dengan metode pembelajaran secara tutorial. Dalam hal ini beberapa keluarga memberikan kepercayaan kepada badan tutorial untuk memberi materi pelajaran. Badan tutorial melakukan kunjungan ke tempat yang disediakan komunitas. Biasanya kegiatan belajar mengajar hanya dilakukan selama tiga jam, dua kali dalam seminggu. Selebihnya diarahkan untuk banyak belajar dirumah dan lingkungan lainnya yang diminati.
Dalam home schooling komunitas, anak kelas satu, dua, dan tiga belajar dalam satu ruangan. Disini anak diberi kebebasan dalam memilih pembelajaran tetapi tentu saja tidak terlepas dari kurikulum yang dipakai, yaitu kurikulum berbasis kompetensi 2004, atau kurikulum terbaru yaitu KTSP. Acuan ini tetap dipakai, karena pada akhirnya nanti anak akan mengikuti ujian kesetaraan, semacam ujian UN yang diselenggarakan oleh Diknas atau komunitas lainnya yang sudah dilegalkan untuk menyelenggarakan ujian tersebut.
Selain itu, anak  juga akan memperoleh Ijazah penyetaraan yang telah dilegalkan oleh pemerintah, dan dapat dipergunakan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi kelak. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 UU Sisdiknas ayat (1) yang mengatakan bahwa: Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Ayat (2) mengatakan bahwa: Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Bahkan ijasah dengan akreditasi internasional bisa diperoleh melalui lembaga-lembaga formal di Eropa dan Amerika melalui ujian jarak jauh.
Home schooling juga menggunakan prinsip Diknas yaitu multi entry dan multi exit atau mudah untuk masuk dan mudah untuk keluar. Jadi jika anak bosan atau sudah tidak merasa nyaman dengan pendidikan formal di kelas dua, maka anak dapat pindah ke kelas tiga di home schooling, dan proses ini juga telah dilegalkan oleh pemerintah.

D.      Kedudukan Home Schooling dalam PLS
PLS adalah suatu lembaga pendidikan yang di dalamnya terdapat program-program layanan pendidikan kepada masyarakat yang diselenggarakan diluar sistem persekolahan.  Program layanan PLS mencakup semua bentuk pendidikan (pembelajaran terencana) yang diberikan atau berlangsung di luar sistem persekolahan, apa pun tujuannya, siapapun penyelenggaranya, dan siapapun kelompok sasarannya.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa home schooling merupakan program pendidikan yang ada di bawah naungan PLS karena home schooling diselenggarakan di luar sistem persekolahan. Home schooling diselenggarakan dirumah. Tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya berada di tangan orang tua. Materi ajarpun dipilih dan ditentukan oleh orang tua, serta jadwal belajar yang fleksibel tergantung pada kesepakatan antara anak dan orang tua. Berbeda dengan sistim persekolahan yang cenderung terpusat dan tidak fleksibel. Di sekolah tanggung jawab pendidikan anak dilimpahkan kepada guru dan pengelola sekolah. Kurikulum dan jadwal belajar telah ditentukan dan seragam untuk seluruh siswa.

E.       Kelebihan Home Schooling
Sebagai sebuah pendidikan alternatif, home schooling mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan home schooling adalah:
a.         Lebih memberikan kemandirian dan kreativitas individual bukan pembelajaran secara klasikal.
b.         Memberikan peluang untuk mencapai kompetensi individual semaksimal mungkin sehingga tidak selalu harus terbatasi untuk membandingkan dengan kemampuan tertinggi, rata-rata atau bahkan terendah.
c.         Terlindungi dari kenakalan remaja, seperti pergaulan bebas, tawuran, narkoba, dan lain-lain.
d.        Lebih bergaul dengan orang dewasa sebagai panutan.
e.         Lebih disiapkan untuk kehidupan nyata.
f.          Membantu anak lebih berkembang, memahami dirinya dan perannya dalam dunia nyata disertai kebebasan berpendapat, menolak atau menyepakati nilai-nlai tertentu tanpa harus merasa takut untuk mendapat celaan dari teman.
g.         Membelajarkan anak-anak dengan berbagai situasi, kondisi dan lingkungan sosial.
h.         Masih memberikan peluang berinteraksi dengan teman sebaya di luar jam belajarnya.

F.       Problematika dan Solusi Pelaksanaan Home Schooling
  1. Problematika
Selain memiliki keunggulan atau kelebihan, saat ini masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh home schooling, diantaranya adalah persoalan legalitas. Segudang pertanyaan muncul tentang bagaimana sikap dan pengakuan pemerintah tentang sekolah rumah ini.
Selain masalah legalitas, masih ada problematika yang dihadapi home schooling yaitu mitos masyarakat yang keliru menafsirkan home schooling, diantaranya adalah:
a.     Home schooler kurang bersosialisasi, tidak realistis terhadap dunia.
b.      Orang tua tidak bisa menjadi guru.
c.       Orang tua harus tahu segalanya.
d.      Orang tua harus meluangkan waktu 8 jam sehari untuk homeschool seperti di sekolah.
e.       Waktu home schooling tidak cukup untuk belajar karena tidak meluangkan waktu sebanyak waktu belajar di sekolah.  
f.       Home schooler tidak disiplin dan seenaknya sendiri karena terbiasa bebas.
g.      Home schooler tidak bisa mendapatkan ijasah.
h.      Home chooler tidak bisa masuk universitas ternama.
i.        Home schooler tidak mampu berkompetisi.
j.        Home schooler tidak bisa menikmati inovasi dan kemajuan dunia pendidikan.
k.      Biaya home schooling mahal.
l.      Homes chooling hanya bisa dilakukan oleh masyarakat dari kalangan tertentu saja.

2.      Solusi
Untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana sikap dan pengakuan pemerintah tentang sekolah rumah ini, telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 27 ayat (1) dikatakan: ”Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.” Lalu pada ayat (2) dikatakan bahwa: ”Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah perserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan”. Jadi secara hukum kegitan persekolahan di rumah di lindungi oleh undang-undang.
Direktur Pendidikan Kesetaraan Depdiknas menegaskan, UU SisDikNas mengakui sekolah rumah sebagai bagian dari akses pendidikan. Depdiknas mendefinisikan sekolah rumah sebagai proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur, dan terarah dilakukan oleh orangtua/keluarga di rumah atau tempat lain dimana proses belajar dapat berlangsung kondusif. Meskipun model persekolahan di rumah ini dijalankan secara informal orang tua yang menyelenggarakan homeschooling ini diwajibkan melaporkan kepada dinas pendidikan kabupaten atau kota setempat. Anak didik yang mengikuti homeschooling ini juga dapat mengikuti ujian kesetaraan paket A (setara dengan SD), paket B (setara dengan SMP) dan paket C (setara dengan SMU).
Sementara ini sayangnya pemerintah hanya mendukung sebatas legalitas formal melalui UU SisDikNas yang menggolongkannya sebagai bagian dari pendidikan informal (keluarga). Perlu adanya dukungan yang lebih luas dan mendalam agar tujuan pendidikan yang mulia dan ideal yaitu membentuk anak-anak didik menjadi insan yang bertaqwa, mempunyai akhlak yang mulia segera bisa diwujudkan di negeri kita yang tercinta ini.
Sedangkan untuk menjawab pertanyaan sekaligus memberikan solusi atau penjelasan agar masyarakat tidak keliru menafsirkan home schooling akan dijabarkan di bawah ini, diantaranya adalah:
a.         Home schooler kurang bersosialisasi, tidak realistis terhadap dunia.
Bersosialisasi berarti berinteraksi dengan individu-individu lain dan tidak harus dengan mereka yang sebaya saja. Home schooler berinteraksi dengan siapa saja, baik teman sebaya, mereka yang lebih tua maupun yang jauh lebih muda sekalipun. Mereka diajar untuk bisa menempatkan diri di lingkungan manapun dengan siapapun dan menjalin hubungan/interaksi bukan karena diharuskan atau dipaksakan tetapi karena kesadaran bahwa hubungan antar manusia itu memiliki makna.
b.        Orang tua tidak bisa menjadi guru.
Orang tua dianggap tidak bisa menjadi guru, itu karena selama ini kita berpandangan keliru mengenai guru. Bahwa guru itu tahu segalanya dan tidak pernah salah, berdiri di depan murid (anak) dan berceloteh. Murid dianggap pasif sebagai penerima informasi. Dalam homes chool, tugas orangtua yang terutama adalah menanamkan sikap mental learning. Guru adalah siapa saja yang memberikan ilmunya. Sewaktu anak bertanya-tanya bagaimana adonan semen untuk bangunan dibuat dan dia mendapatkan jawabannya dari seorang tukang bangunan, maka tukang tersebut adalah guru. Ketika dia berinteraksi dengan masyarakat dan dia memperoleh suatu pengetahuan baru, maka pengetahuan itu adalah guru. Dengan kemajuan teknologi seperti sekarang, banyak sekali ahli yang bisa ditemui di internet, dari ahli pembuat permen sampai astrobiology bisa kita jangkau dalam hitungan detik. Mereka semua adalah guru yang sangat ahli di bidang masing-masing, yang bisa diajak bertukar pikiran dan berdebat sekalipun.
c.         Orang tua harus tahu segalanya.
Orangtua tidak harus tahu segalanya untuk bisa melakukan home schooling. Mereka cukup belajar dari keberhasilan para orang tua yang sejak beberapa dekade lalu telah melakukan home schooling, bahkan pasangan petanipun bisa menghasilkan anak-anak yang diterima di universitas-universitas papan atas di fakultas kedokteran, hukum, dll. Apakah para orangtua ini duduk sepanjang hari di depan anak-anaknya dan mengajari mereka? Jawabanya tidak! Mereka bekerja di ladang, memerah susu dan mengurusi ternak yang lain. Bagaimana itu bisa terjadi? Mereka tidak tahu segalanya tetapi mereka tahu bagaimana menanamkan nilai dan sikap mental kepada anak-anaknya. Itulah yang membuatnya berhasil.
d.        Orang tua harus meluangkan waktu 8 jam sehari untuk home school seperti di sekolah.
Orang tua harus meluangkan waktu 8 jam sehari untuk home school seperti di sekolah adalah anggapan yang sangat keliru, pertama karena home schooler dibiasakan untuk mandiri sehingga dominasi orangtua dalam pembelajaran sangat tidak diharapkan. Kedua, kalaupun pada saat tertentu atau pada tahapan usia tertentu keterlibatan orangtua sangat didiperlukan, waktunya tidak selama di sekolah. Kenapa? Kebanyakan sekolah tidak efisien, topik yang seharusnya bisa dikuasai dalam beberapa menit harus dipelajari selama berjam jam, karena terlalu banyak gangguan, misalnya guru marah, murid ribut, dan gangguan-gangguan lain.
e.         Waktu home schooling tidak cukup untuk belajar karena tidak meluangkan waktu sebanyak waku belajar di sekolah.
Home schooler bisa saja meluangkan waktu hanya beberapa menit misalnya untuk mengerjakan beberapa lembar kerja mata pelajaran biologi, tetapi ia bisa terlibat asyik dalam penelitian spesies kupu-kupu selama berbulan bulan. Jumlah waktu tidak menjadi tolok ukur pembelajaran apalagi kalau jumlah waktu itu ditetapkan sebagai bentuk pemaksaan.
f.          Home schooler tidak disiplin dan seenaknya sendiri karena terbiasa bebas.
Semangat dari home schooling adalah melibatkan anak dalam proses pembelajaran dan menghormati pilihan mereka dengan catatan mereka tahu bahwa ada suatu tanggung jawab besar terhadap setiap keputusan yang di ambil. Mereka juga diharapkan menyadari bahwa ada persyaratan tertentu yang harus mereka penuhi untuk mencapai suatu tujuan. Tentu saja home schooler bebas untuk menentukan apa yang dia ingin pelajari, seberapa dalam dan kapan dan bagaimana dia ingin belajar tetapi itu semua bukan berarti home schooler bebas dalam arti negatif .
g.         Home schooler tidak bisa mendapatkan ijazah.
Di negara dengan populasi home schooler terbesar, Amerika Serikat, mitos ini tentunya sangat mendekati kenyataan di era 70an. Sekarang ijasah bukan menjadi masalah lagi karena banyaknya inovasi di bidang pendidikan. Di Indonesia, karena belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang keberadaan home schooler, sebagai warga negara home schooler berhak memperoleh ujian persamaan yang diadakan oleh depdiknas secara berkala untuk mendapatakan ijazah.
h.        Home schooler tidak bisa masuk universitas ternama.
Seseorang bisa masuk sebuah universitas sangatlah tergantung pada kemampuan masing masing. Banyak lulusan pendidikan formal yang tidak bisa masuk universitas yang mereka inginkan karena mereka tidak memiliki kemampuan yang cukup. Begitu juga dengan lulusan home schooling. Namun secara teknis, tidak ada kendala bagi home schooler untuk memasuki universitas. Belum ada data pasti di Indonesia mengenai jumlah home schooler yang pernah atau sedang belajar di universitas-univesitas dalam negeri tetapi di Amerika Serikat, sebagai contoh, home schooler bisa ditemui di setiap universitas.
i.           Home schooler tidak mampu berkompetisi.
Dalam home schooling, kompetisi terberat yang dihadapi seseorang adalah kompetisi melawan diri sendiri. Kompetisi tidak dipandang sebagai usaha menjatuhkan siapa saja tetapi lebih kepada usaha melihat kekuatan dan kelemahan diri sendiri dan orang lain sehingga dengan bekal penerimaan ini anak sadar akan pentingnya sinergi dengan orang lain. Kompetisi bertaraf internasional sebagai ajang menilai kemampuan juga bebas diikuti oleh homeschooler, sebagai contoh kecil, National Geographic Bee, Spelling Bee beberapa tahun berturut turut dimenangkan oleh home schooler yaitu anak-anak yang tidak pernah menginjakkan kakinya di sekolah.
j.          Home schooler tidak bisa menikmati inovasi dan kemajuan dunia pendidikan.
Hampir tidak ada inovasi di dunia pendidikan yang tidak bisa dinikmati oleh home schooler. Apabila di sebagian sekolah elit setiap inovasi pendidikan harus melalui tahapan yang sangat panjang untuk bisa dinikmati siswa, misalnya pembentukan wacana dulu, rapat, planning, dan kadang tidak terlaksana karena terbentur berbagai masalah, home schooler dapat melakukan langsung tanpa birokrasi yang berbelit belit. sebagai contoh, home schooler bisa membantu para ilmuwan NASA untuk mempelajari batuan di mars atau berinteraksi langsung dengan para astronot. Home schooler dapat menikmati digital library yang berisi beribu ribu literature dari karya aristoteles sampai mahabarata. Home schooler yang tidak memiliki alat alat laboratorium di rumah bisa menggunakan virtual lab dengan alat dan berbagai macam bahan kimia.
k.        Biaya home schooling mahal.
Pada prakteknya home school akan menjadi mahal kalau orangtua malas dan tidak kreatif. Oleh sebab itu orang tua seyogyanya juga ikut berperan secara aktif untuk menunjang keberhasilan sang anak. Ada beberapa tip yang bisa dipertimbangkan para orangtua dalam menyelenggarakan home schooling untuk anak-anaknya. Menurut psikolog dari RSUD Cilacap, Reni Kusumowardhani hal-hal yang bisa dipertimbangkan antara lain:
l.           Cari referensi sebanyak mungkin tentang strategi, metode, dan sumber-sumber media/bahan ajar untuk penerapan homeschooling.
2.         Lihat kebutuhan anak. Hal ini dapat dilakukan melalui konsultasi dengan psikolog untuk mengukur berbagai aspek perkembangan yang sudah dicapai anak serta arah minatnya. Di samping itu juga banyak berkomunikasi dengan anak, sehingga orangtua memiliki peta mengenai anaknya.
3.         Bergabung dalam asosiasi orangtua penyelenggara homeschooling (di Jakarta sudah ada).
4.         Aktif mencari sumber pembelajaran dan mencari guru yang sesuai dengan kebutuhan jika orang tua tidak menguasai materi sepenuhnya.
5.         Berkomunikasi dengan anak sebanyak mungkin.
6.         Mendaftarkan anak untuk mengikuti ujian penyetaraan sesuai levelnya. Jika belum mengetahui prosedur dan persyaratanya, bisa bertanya pada Dinas Pendidikan setempat.
7.         Tetaplah pada keyakinan bahwa sesibuk apapun orangtua memiliki kewajiban untuk pendidikan anaknya.
l.           Home schooling hanya bisa dilakukan oleh masyarakat dari kalangan tertentu saja.
Berjuta juta keluarga yang melakukan home schooling di seluruh dunia memiliki karakteristik demografi yang beragam. Ada yang tinggal di perkotaan, di dalam hutan atau di kutub sekalipun. Ada yang dari keluarga menengah ke atas atau dari keluarga yang secara finansial masih prihatin. Ada keluarga homeschooling yang hanya memiliki satu anak, ada juga yang meng-homeschol 19 orang anak anak mereka sekaligus. Ada yang ibunya tinggal di rumah atau memiliki karir. Ada yang orantuanya memiliki gelar profesor tetapi ada juga yang cuma lulusan SMA, dan lain lain. Keluarga keluarga yang melakukan home schooling sangat beragam sehingga anggapan bahwa home schooler adalah masyarakat elite baru sangat tidak benar.
Agar home schooling dapat dilaksanakan dengan baik dan anak dapat merasa nyaman dalam belajar, maka ada beberapa prasyarat keberhasilan dalam menyelenggarakan homeschooling, yaitu:
a.                   Kemauan dan tekad yang bulat.
b.                  belajar-pembelajaran yang dipegang teguh.
c.                   Disiplin.
d.                  Ketersediaan waktu yang cukup.
e.                   Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran.
f.                   Kemampuan orang tua mengelola kegiatan.
g.                  Ketersediaan sumber belajar.
h.                  Dipenuhinya standar yang ditentukan.
i.                    Ditegakkannya ketentuan hukum.
j.           Diselenggarakannya program sosialisasi agar anak-anak tidak terasing dari lingkungan masyarakat dan teman sebaya.
k.         Dijalinnya kerjasama dengan lembaga pendidikan formal dan nonformal setempat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan multimakna.
l.           Terjalin komunikasi yang baik antar penyelenggara homeschooling.
m.       Tersedianya perangkat penilaian belajar yang inovatif (misalnya dalam bentuk portofolio dan lain-lain)



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Tanpa tahun: Homeschooling: Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah, (online), (http://www.genr-islamic-school.or.id/artikel/homeschooling2.htm, diakses 13 September 2008).

Anonim. 2006: Mitos Keliru Tentang Homeschool, (online), (http://homeschoolspirit.blogspot.com/2006/08/mitos-keliru-tentang-homeschool.html, diakses 13 September 2008).

Anonim. 2008: Kelebihan dan Kekurangan Home Schooling, (online), (http://abudira.wordpress.com/page/2/, diakses 13 September 2008).

Daryono. 2008: Pengertian Home Schooling, (online), (http://sma74jkt.sch.id/berita/artikel_detail.php?recordID=170, diakses 13 September 2008).
Faisal, Sanapiah. 2007. Pendidikan Luar Sekolah Menjawab. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Trinanda, Andi. Tanpa tahun: Pendidikan Home Schooling... ? Sudah Adaptifkah dengan Pendidikan di Indonesia, (online), (http://www.garutkab.go.id/download_files/article/PENDIDIKAN_HOME_SCHOOLING.doc, diakses 13 September 2008).  


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

FENOMENA PENDIDIKAN MASYARAKAT: HOME SCHOOLING PELAKSANAAN DAN PROBLEMATIKANYA

Makalah
Disusun untuk Memenihi Tugas Mata Kuliah Antropologi Pendidikan  yang Dibimbing oleh Drs. Lasi Purwito, M.S










Disusun oleh:
ANGGA WIDI RATYANUS
(107141406931)
Off B




JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Oktober 2008